empati

Jadilah manusia yang berempati tinggi, walau sulit, tetaplah berusaha...Karena itulah hal yag membuat kita tidak akan meremehkan orang lain...

Senin, 01 Juni 2009

NAMA

Nama panggilan, nama lengkap, nama julukan, dan nama-nama lainnya…

Nama yang kupunya Cuma satu. Satu nama yang terdiri dari dua kata. Nama pemberian orang tuaku setelah aku lahir dan hidup di dunia ini. Nama yang memiliki banyak arti dan mengandung banyak doa dan harapan dari orang tuaku. Aku amat sangat menghargai nama pemberian orang tuaku itu.Tapi, bagaimana ketika nama itu berubah menjadi sebuah nama panggilan yang merupakan pemberian orang lain?


Ketika umur semakin bertambah, perubahan fisik dan perkembangan diri pun bertambah. Dari seorang bayi, aku tumbuh jadi seorang anak berusia 5 tahun. Saat itu salah seorang keluargaku memanggilku dengan nama julukan buatannya. Katanya, nama itu cocok dengan fisikku saat itu. Mata sipit, kulit putih, dan poni pendek di dahi, bisa ditebak apa nama julukanku?

Mulanya aku tidak bisa menerima nama julukanku itu. Walaupun sebenarnya aku tahu, nama itu tidak berarti bahwa saudaraku itu mengejekku, tapi beliau hanya memanggil dengan nama itu dalam situasi santai (sekedar iseng). Karena aku tahu, nama asli milikku adalah pemberian orang tuaku, walaupun nama itu banyak orang yang - juga memilikinya . Aku sering merajuk karena tidak bisa menerima nama julukanku itu. Terlebih lagi, nama itu sering diucapkan di depan saudaraku yang lainnya. Sampai akhirnya, orang tuaku terbiasa mendengar nama itu dan akhirnya nama julukan itupun sering juga digunakan orangtuaku saat mereka kesal atau marah (karena aku tidak menuruti orang tuaku) ataupun saat mereka hanya ingin bergurau denganku.


Semakin lama aku semakin terbiasa dengan panggilan itu..

TAPI……..dengan catatan, aku hanya mengizinkan nama itu disebut oleh kedua orang tuaku dan yang membuat nama itu, bukan orang lain!!!! Karena beberapa tahun kemudian, setelah aku duduk di bangku SD, setelah temanku mengetahui nama panggilan kecillku, mereka menggunakannya untuk mengejekku setiap harinya.

Usia semakin bertambah, saat itu aku kelas 3 SD dan usiaku sekitar 9 tahun. Nama julukanku berubah lagi. Alasannya bukan karena fisik, tapi karena seseorang memodifikasi namaku sehingga terdengar sedikit berbeda.


Jujur, nama 'itu' terdengar sangat menjengkelkan! Belum lagi, nama itu sering disebut di depan orang banyak, di depan teman-teman sekelasku. Masih terbayang sampai saat ini betapa sangat menyebalkan situasi saat itu.

Sampai-sampai, akhirnya semua teman sekelasku mengejekku dengan sebutan nama 'itu'. Hampir tiap hari aku harus mengejar mereka karena aku kesal mendengar nama itu disebut. Hampir setiap hari aku harus memukul dan mencubit mereka. Bahkan, saking kesalnya, aku juga pernah membenturkan kepala salah seorang temanku karena dia tidak pernah kapok mengejekku setiap harinya (kejam ya??). Ya, itu berlangsung hampir setiap harinya. Kalau aku tidak bisa mengejar mereka dan tidak berhasil menumpahkan kekesalanku padanya, aku langsung duduk di bangku kelas, menundukkan kepala, lalu menangis sampai puas. Parahnya lagi, tak satupun yang menghiraukanku saat itu. Karena mereka menganggap hal itu biasa.


Nama panggilan itu terus berlangsung selama kelas 3 SD, sampai pada suatu hari, 'orang' yang mempelopori nama 'itu' pun jatuh sakit. Bahkan beliau sampai tidak masuk selama 2 caturwulan (dulu belum ada sistem semester). Terakhir kudengar kabarnya, beliau pindah sekolah dan sempat mengalami sakit keras dan tidak bisa kemana-mana karena sakit keras.


Aku tidak pernah tahu apa maksud beliau memanggilku dengan nama 'itu', aku tidak pernah mengerti mengapa hanya aku yang dipanggil dengan nama 'itu'. Karena, terakhir aku melihat beliau adalah saat kelas 3 di awal caturwulan 2.


Yang pasti, nama 'itu' amat sangat menyebalkan bagiku. Nama yang membuatku merasa direndahkan oleh orang lain. Nama yang selalu membuatku sakit hati dan menangis saat aku mendengarnya. Aku tidak akan pernah terima namaku disebut dengan nama 'itu' lagi sampai kapanpun, dimanapun, bahkan oleh siapapun!!!

SMA, masa disaat aku mempunyai semakin banyak teman baru. Saat itu aku masuk kelas yang penghuninya hampir didominasi oleh siswa dari SMP lain selain dari SMP-ku dulu. Alhamdulillah aku mendapatkan banyak teman yang memiliki kepribadian yang baik. Saat itu, aku duduk di barisan kedua dari depan dan aku selalu kompak dengan teman-teman yang ada di barisan belakangku. Kami sering bersama-sama. Jajan, pulang sekolah satu angkotan kota (kebetulan kami semua satu arah), dan sering mengerjakan pekerjaan sekolah ataupun tugas kelompok bersama. Hingga akhirnya beberapa dari mereka memanggilku dengan nama panggilan yang dibuat masing-masing. Sudah tentu, aku tidak akan pernah menerima 'nama' panggilan dari mereka itu. Waktu aku tanya alasan mereka memanggilku dengan nama 'itu', jawaban mereka sama semua. Dua nama panggilan berbeda dari dua orang temanku, tapi memiliki alasan yang sama, yaitu


"Soalnya dulu aku punya temen yang namanya sama kaya' kamu, aku manggilnya pake nama itu, "


Lho….apakah itu berarti aku sama dengan 'orang' yang namanya sama denganku?

Ya, aku tahu, mereka tidak pernah bermaksud menjelek-jelekkanku dengan nama 'itu', bagiku mungkin mereka hanya ingin merasakan keakraban yang sama seperti temannya yang dulu.

Tapi bagiku, prinsip yang kupegang tetaplah sebuah prinsip yang tak mungkin aku rubah (prinsip bukanlah hal yang fleksibel. Ok!). Aku tetap menolak untuk dipanggil dengan nama 'itu'. Biarlah nama 'itu' hanya untuk orang yang dulu mereka kenal. BUKAN AKU.


Saat ini, aku sudah menginjak bangku kuliah (bukan berarti diinjak-injak ya, tetep aja bangku mah buat duduk. Hehehe…..). Ternyata nama julukan itu belum bisa berhenti. Ujian bagi prinsipku itu masih ada. Bahkan sekarang nama itu berubah lagi. Dengan huruf dan cara pengucapan yang berbeda lagi. Nama itu adalah pemberian dari salah seorang teman kuliahku. Dia teman baruku yang menurutku sangat baik padaku. Waktu kutanya alasannya mengapa ia memanggilku dengan nama panggilan itu, jawabnya, "aku udah sering begini. Kalau punya teman baru yang akrab, suka aku panggil dengan nama-nama tertentu yang aku buat sendiri,". Hmmm….untuk yang satu ini aku membutuhkan pemikiran panjang. Jujur saja, alasan yang ia utarakan cukup menyenangkan bagiku. Bahkan bukan aku saja yang diberikan nama panggilan baru, beberapa temanku yang lain juga diberikan nama panggilan yang baru.


Setelah beberapa hari aku memikirkan hal ini, akhirnya aku mulai menerima panggilan baruku itu. Tapi prinsip tetaplah prinsip. Aku menerima nama panggilan baruku ini dengan catatan kaki di bawahnya (ditulis dalam hati bukan di kaki.hehehe….), "hanya orang-orang yang kuanggap baik saja yang boleh memanggilku dengan nama itu".


Hampir di semua tempat banyak sekali orang yang menggunakan nama panggilan yang tidak sesuai dengan nama lengkapnya. Banyak nama panggilan yang sengaja dibuat-buat ataupun dimodifikasi agar terlihat lebih keren atau lebih muda diingat. Bahkan kadang, seseorang dipanggil dengan nama julukan yang sebenarnya menjatuhkan harga dirinya sebagai seorang manusia ciptaan Allah SWT. Tapi entah dengan orang lain, entah bagaimana mereka menanggapi dan merasakan nama panggilan yang mereka buat atau dibuat orang lain (bukan dari orang tua).


Yang pasti bagiku,,,,

"Nama adalah hal terpenting. Nama yang sudah susah payah dipikirkan oleh orang tuaku. Nama yang dimaksudkan untuk menjadikanku anak yang baik bagi segalanya. Nama yang mengandung doa dan harapan tinggi untukku. Nama yang amat kujunjung tinggi dan kubanggakan.


TIDAK SEORANGPUN BOLEH MERUBAH NAMAKU, BAHKAN SATU HURUFPUN TIDAK AKAN KUTERIMA. DI MANAPUN, KAPANPUN, SELAMANYA….. "

Tidak ada komentar:

Posting Komentar